Archive for the ‘TESTIMONIAL’ Category

SI VIS PACEM PARA BELLUM

Posted: January 12, 2011 in TESTIMONIAL

Cappuccinno instant kusesap seujung bibir. Mataku menatap jemu pada layar komputer yang masih kosong. Si upin , kucingku , berlarian kesana kemari , mengejar sesuatu -entah apa- di lantai. Belum pernah aku seragu ini dalam menulis , padahal serangkaian ide cerita telah memenuhi otakku. Berkali kali jariku menyentuh keyboard , namun tak satupun huruf yang berhasil kuketik. Dengan kesal kubawa gelasku menuju jendela , dan duduk di sana. Hujan turun deras sekali. Gelap datang lebih cepat dari seharusnya. Genangan air di depan rumahku , sedikit demi sedikit terus meninggi. Jika hujan tidak juga reda , setidaknya dalam satu jam ke depan , maka di depan rumahku akan muncul sungai dadakan.

Si upin ikut ikutan duduk di bawah jendela. Mungkin sudah lelah berlari atau penasaran melihat kegundahanku. Kepalanya mendongak seolah bertanya ada apa. Aku hendak bercerita tentang wanita cantik. Public figure. Namanya terkenal dan aku yakin banyak penggemarnya. Dulu sekali aku pernah mengenalnya , saat dia belum sepopuler sekarang. Mungkin sekarang dia tak mau repot –repot mengingat siapa aku. Tapi aku tak akan pernah melupakannya. Aku tak akan pernah lupa jika dia pernah membuatku kehilangan pekerjaan. Dari situlah keragu-raguanku muncul. Aku tak mau orang mengira tulisan ini dibuat atas dasar dendam dan sakit hati. Well, mungkin sedikit ada unsur itu , tapi bukan menjadi alasan utama. Ada pesan yang lebih besar yang ingin kusampaikan melalui tulisan ini. Di sisi lain , aku juga tak mau dianggap sebagai seorang penggemar yang obsesif. Seseorang yang tak mampu menyentuh idolanya , lalu menyalurkan khayalannya dengan sebuah cerita mesum. Sebuah  Fan fiction.Kuteguk cappuccinoku yang mulai mendingin. Si upin sudah berkeliaran lagi mencari apapun yang tadi dikejarnya.

Seorang lelaki tua terbungkus jas hujan melintas di depan rumahku sambil mendorong motor. Ia celingak celinguk , sepertinya mencari tempat berteduh atau mungkin juga bengkel. Aku tersenyum hambar. Gara gara kisahBB, setiap kali melihat lelaki tua macam itu, pikiranku langsung ngeres. Terbayang olehku, sesampainya di rumah, lelaki itu disambut oleh wanita cantik  -Eliza atau Andani Citra- melayaninya, menghangatkannya luar dalam seperti dalam film-film JAV keluaran Glory Quest. Atau setibanya di rumah, untuk mengatasi rasa dingin, ia menyeret menantunya ke kamar, mengikatnya di tempat tidur dan memperkosanya. Ah , seandainya saja ia tidak sedang kesusahan mendorong motor di bawah guyuran hujan lebat , aku akan mengambil kamera dan memotretnya. Sangat inspiratif sekali.

Secara ajaib , lewatnya orang tadi , membangkitkan semangatku untuk menulis. Keraguanku sirna dalam seketika. Cappuccino kuhabiskan sekali teguk , lalu bergegas menuju depan komputer. Aku tak lagi peduli apa kata orang nanti. To be or not to be. Cerita balas dendam atau penggemar yang obsesif , terserah. Kisah nyata atau fan fiction, terserah. Yang pasti, ini cerita tentang sisi lain sang figurine. Masa lalu yang susah payah ia tutupi , cerita yang tidak (atau belum) terungkap oleh media. Sekedar amannya, nama sang figurine aku ganti menjadi RATIH. Begitupun dengan nama-nama lain yang terlibat, aku akan menggunakan nama samaran. Dan tentu saja agar lebih menarik, beberapa bagian  cerita ini akan mengalami perubahan, dramatisasi, dan penambahan imajinasi disana sini. Fan fiction or not , you decided!!.

***NAGA_LANGIT PRODUCTION***

Semua berawal kurang lebih setahun yang lalu. Sebuah koran kuning dengan isengnya memuat berita tentang Ratih yang katanya mengalami pelecehan seksual saat masih SMA dulu. Ratih tentu saja membantahnya , dan karena yang memuatnya adalah koran kuning yang notabene beritanya kerap sensasional tanpa dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya, maka tak ada yang menganggapnya serius. Itu cuma gosip murahan belaka. Tapi Rudi justru percaya. Bukan sekedar percaya, ia bahkan yakin jika pelecehan seksual bukan satu satunya rahasia kelam yang ditutupi ratih. Rudi adalah sahabatku. Dia adalah seorang wartawan yang bisa dibilang insting jurnalistiknya tajam. Seolah punya indra keenam, ia bisa tahu kapan dan dimana berita akan muncul, apa yang terjadi, siapa yang terlibat dan bagaimana kejadiannya. Ia adalah sosok wartawan yang gigih dalam mencari berita, pantang menyerah saat mengejar narasumber, dan sangat menyanjung fakta. Menulis gosip apalagi desas desus baginya adalah dosa besar. Makanya aku heran ketika ia mempercayai berita pelecehan seksual itu.

“feeling gua bilang ini beneran…!!!!” katanya dengan yakin.

Sejak saat itu, di sela sela kesibukannya, ia mulai melakukan investigasi lebih mendalam tentang Ratih. Aku sendiri tidak mempercayai berita tersebut. Apalagi jika melihat image seorang Ratih sekarang yang nyaris tanpa cela. Walau aku pernah mempunyai masalah dengannya di masa lalu, namun sulit rasanya membayangkan dulunya ia pernah mengalami pelecehan seksual. Dan lebih sulit lagi membayangkan jika saat ini ia punya skandal yang ditutupi. Terlalu fiksi. Terlalu imajinatif. Too good to be true. Tapi Rudi tetap bersikukuh mengejar bayangan Ratih. Jakarta, Bandung,Yogjakarta , ia ‘acak acak’ untuk mencari kebenaran cerita Ratih. Dan hasilnya sungguh mencengangkan. Bukan saja pelecehan seksual, Rudi juga banyak menemukan hal-hal menarik lainnya tentang Ratih. Firasatnya sekali lagi ternyata benar. Hasil temuan Rudi itulah yang akan aku kembangkan menjadi cerita kali ini. Tidak semua , hanya beberapa bagian saja yang sekiranya menarik dan sesuai dengan standar kisahBB. Dan cerita akan dimulai dari Jogjakarta.

***NAGA_LANGIT PRODUCTION***

PART 1: STUDY TOUR SMA

Sudah menjadi tradisi sekolah Ratih, setiap akhir tahun ajaran, siswa kelas 3 akan mengikuti acara study tour ke Jogja. Objek wisata yang dikunjungi tak berubah setiap tahunnya, Museum Perjuangan, Candi Prambanan dan Borobudur, Pantai Parangtritis, Kraton Jogja dan terakhir Malioboro. Tempat menginap rombongan pun selalu sama , losmen ‘MP’ yang letaknya tak terlalu jauh dari malioboro. Ratih baru satu kali ke Jogja , itupun untuk menghadiri acara keluarga yang tak memberinya kesempatan kemana mana. Tak heran ia begitu antusias dan bersemangat mengikuti tour ini. Dengan keceriaan selayaknya gadis remaja, ia menikmati betul perjalan ini. Kameranya sudah penuh dengan momen momen terindah yang diabadikan bersama teman-temannya di setiap lokasi wisata.Sebaliknya, Ratih pun menjadi ‘momen terindah’ bagi pria yang menatapnya. Betapa tidak, Ratih adalah seorang gadis remaja berwajah cantik dengan senyum yang mempesona, kulitnya bersih terawat, dan lekuk tubuhnya terbentuk dengan indah. Bulatan dadanya membuat ‘gatal’ untuk meremas. Kaki mulusnya membuat ‘gatal’ untuk mengelus. Lentik bibirnya membuat ‘gatal’ untuk mencium. Ramping tubuhnya membuat ‘gatal’ untuk memeluk. Selalu saja ada pria yang mengajaknya berkenalan atau minta foto bersama. Semuanya Ratih layani dengan senyum dan keramahan yang tulus, selama masih dalam batas wajar dan tidak kurang ajar.

Wisata belanja di Malioboro menjadi momen yang paling dinantikan oleh sang dara cantik ini. Sepanjang perjalanan ia telah sibuk membuat daftar barang yang akan dibelinya, mengatur strategi agar mendapat harga miring. Ia juga sudah membayangkan duduk lesehan sambil menikmati gudeg khas Jogja diiringi musisi jalanan. Sepenggal lagu Kla Project terngiang-ngiang di telinganya. Semangat dan antusiasme tinggi, sayangnya tidak diiringi dengan kondisi fisik  yang prima. Justru pada saatnya ke Malioboro, ia malah jatuh sakit. Kepalanya terasa berat dan tubuhnya terasa tak karuan, entah karena kecapekan atau pengaruh cuaca, mungkin keduanya. Duduk di tepian tempat tidur, Ratih menatap Inge dengan lesu. Inge adalah teman sekamarnya di losmen yang kini sedang bersiap untuk pergi.

“kamu kenapa Tih? Muka kamu pucat gitu….??” tanya Inge cemas

“gak tau nih…mendadak gak enak badan gini…..” jawab Ratih lirih.

Dengan khawatir Inge memegang kening Ratih, terasa hangat. Tanpa berkata apa-apa, ia pun bergegas keluar kamar dan kembali bersama ibu Tuti, guru pembimbing dan pak Bambang, wali kelas Ratih.

“kamu kenapa Ratih…???” ibu Tuti duduk di samping ratih , memeriksa denyut nadi dan memegang keningnya, “kita bawa ke dokter saja , pak…” ia menoleh pada pak Bambang.

“enggak usah bu…aku gak apa apa kok….” jawab Ratih cepat namun lirih , “ paling Cuma kecapekan aja …..”

“bagaimana , pak..???” tanya ibu Tuti lagi

Pak Bambang berdiri di depan Ratih sambil bersilang tangan. Tatapannya begitu serius seperti sedang memiikirkan sesuatu.

“beneran kok pak….aku gak apa apa kok……” Ratih tak mau ribet berurusan dengan dokter. Inge dan ibu Tuti menatap pak Bambang menunggu jawaban.

“ya sudah….gak mau ke dokter , ya gak apa apa….” jawab pak Bambang bijak.

“tapi pak….” ibu Tuti memandang Ratih dan pak Bambang bergantian.

“tapi…..” pak Bambang menggerakan tangan meminta agar ibu Tuti tidak bicara dulu ,” tapi…kamu harus minum dan istirahat. Kamu gak usah ikut ke malioboro…”

Ratih tak membantah. Jangankan Malioboro , keluar kamar pun belum tentu ia sanggup. Namun begitu, ibu Tuti masih tetap ragu, “ yakin pak tidak perlu bawa Ratih ke dokter..???”

Pak Bambang memegang kening Ratih , “iya….sepertinya ini Cuma demam biasa. Gak terlalu parah. Sebentar ya…bapak ambilkan obat dulu…..”

Pak Bambang keluar kamar dan kembali selang lima menit kemudian , membawa satu strip obat penurun panas dan segelas besar teh hangat, “ ini obatnya…diminum dulu….”

“biar saya saja pak….” Inge mengambil obat itu, membukanya sebutir, dan menyerahkannya ke Ratih.

“makasih…” Ratih tersenyum lemah. Obat itu ditelannya dengan bantuan setengah gelas air teh. Tubuh ratih sedikit merasa nyaman saat kehangatan air teh tersebut menyebar. Ia lalu membaringkan tubuhnya dan memejamkan mata.

“ya sudah ,…biar Ratih istirahat , kita berangkat saja yuk…” ajak pak Bambang.

Perdebatan kecil terjadi. Ibu Tuti ingin ada yang tinggal untuk menjaga Ratih, pak Bambang menganggapnya tak perlu. Inge tidak ikut campur , apapun keputusan gurunya , ia ikut saja. Perdebatan itu meski dengan suara pelan, tak urung mengganggu Ratih yang berusaha untuk tidur. Ia berusaha keras mengabaikannya, mencoba untuk rileks dan mengosongkan pikiran, membiarkan dirinya terombang ambing di batas kesadaran. Usahanya sepertinya berhasil karena saat ia membuka mata kemudian, sudah tak ada siapa siapa di kamarnya. Ia sendirian, hanya ditemani detak jam dinding dan suara samar televisi di luar sana.

“oohhmmm….” Ratih mengerang pendek sambil memegang kening.

Obat tadi sepertinya mulai bereaksi. Kepalanya terasa lebih ringan dan tubuhnya menjadi sedikit lebih nyaman. Tapi anehnya, Ratih juga merasakan gerah. Bukan gerah biasa, bukan gerah karena hawa panas. Ia tak bisa mendeskripsikannya. Gerah ini menyebar menggelitiki sekujur tubuhnya. Gerah ini seolah mendorongnya untuk melepas pakaian, tidur telanjang bulat, membiarkan angin dari kipas di langit-langit membelai tubuhnya, bahkan jika mungkin membiarkan seseorang membelai tubuhnya.

Ratih tersentak.

Membiarkan tubuhnya dibelai orang lain? Kenapa dirinya berpikiran seperti itu, padahal belum pernah ada orang lain yang pernah menyentuh tubuhnya, tak seorang pria pun yang pernah menjamahnya. Sampai saat ini Ratih masih menjaga kehormatannya dan berniat tetap begitu hingga menikah kelak. Tapi gerah ini terus menerornya. Bahkan sekarang rasa itu seolah hanya berputar-putar di bagian sensitif tubuhnya saja. Gerah itu mengitari kedua putingnya. Gerah itu naik turun membelai vaginanya. Ratih bangun dan duduk bersandar pada ujung tempat tidur dengan gelisah. Matanya melirik kesana kemari berusaha mencari apapun yang mungkin dapat membantunya. Hanya ada air teh yang tinggal setengah gelas. Tanpa pikir panjang Ratih meneguknya hingga habis. Ia lalu memejamkan mata dan mengatur nafas. Masih bersandar, ia mencoba untuk rileks dan mengabaikan gerah ini. Alih alih berhasil, rasa itu justru semakin meledak ledak. Perasaan ingin disentuh malah semakin parah di setiap detiknya.

Ratih semakin gelisah, kepalanya tertunduk menatap tonjolan di balik kaosnya. Ada rasa gatal yang mengganggunya disana. Gatal yang menuntut sebuah sentuhan. Sentuhan yang sama sekali bukan garukan. Tangan kiri Ratih gemetar, bergerak naik dengan sangat perlahan menuju bulatan sebelah kanan. Ritme nafasnya tak teratur. Saat hampir menyentuh, gerakannya terhenti. Tangannya semakin gemetar ragu ragu. Setitik nurani mengingatkan jika bukanlah hal yang benar. Tapi rasa ini semakin menggila. Ratih memejamkan mata dan berusaha mengatur nafasnya yang semakin berantakan. Dengan ekspresi seperti menahan tangis, ia menggigit bibir dan menyerah. Ia menyentuh buah dada kanannya.

“ooouuhh……” ia merinding. Rasanya nikmat sekali. Secara naluriah tangannya bergerak meremas. Dan kenikmatan itu semakin membara, menyala nyala, menjalar cepat ke seluruh tubuh.

“uuhh…ahhh…oouuww….” ia mengerang , tangannya tak bisa berhenti , bahkan kini tangan kanannya ikut beraksi membelai vaginanya yang masih terbungkus celana pendek.

“uuhhmmm……” kepalanya sedikit terangkat dengan mata terpejam. Tubuhnya menggeliat dan menggelinjang menikmat rangsangan yang dibuatnya sendiri.

Tiba tiba pintu kamar terbuka. Ratih dengan panik mengembalikan tangannya ke posisi semula dan berusaha terlihat biasa biasa saja. Pak Bambang memasuki kamar dan terkejut melihat Ratih duduk bersandar di ujung ranjang ,

“lho Ratih, kok tidak tidur???”

“eeeng…mm..gak…bisa tidur ..pak….” suara ratih bergetar. Birahi masih menguasai dirinya.“ooo..gitu….” pak Bambang membelakangi pintu dan menutupnya. Ada suara klik pelan terdengar.

Kening ratih berkerut. Apakah paK Bambang baru saja mengunci pintu?

“gak bisa tidur kenapa..???” tanya pak Bambang sambil mendekat.

Matanya melirik  sekilas ke arah gelas teh yang kosong. Ia pun tersenyum. Ratih tak menjawab. Ia masih menatap pintu. Apa tadi pak Bambang mengunci pintu?

“gak bisa tidur kenapa ..??” ulang pak Bambang sambil duduk di hadapan Ratih.

“eeh..pak…tadi…pintunya dikunci…??”

“enggak…” jawab pak Bambang cepat , “kamu udah baikan…??” tangannya  menyentuh kening Ratih dengan gugup.

Ratih sebenarnya masih penasaran dengan pintu, namun sentuhan gurunya membuat tubuhnya bereaksi. Darahnya berdesir lebih cepat, merinding, birahinya kembali menyala hebat.Pak Bambang tersenyum melihat Ratih semakin gelisah.

“pak..pintunya….”

“sshhh..!!! udah , kok malah mikirin pintu..” pak Bambang semakin gugup , “kamu tidur aja , istirahat. Biar nanti waktunya pulang kamu udah baikan. Repot kan kalau kamu sakit di perjalanan….”

Kata kata pak Bambang ada benarnya. Tapi bukan itu yang membuat Ratih kemudian memutuskan untuk berbaring kembali. Ia berbaring karena ingin segera terlelap dan melupakan birahi yang mendera ini. namun seberapapun ia berusaha, ia tak kunjung tertidur. Dengan sendu Ratih membuka mata. Pak Bambang masih disitu, tersenyum.

“kenapa , gak bisa tidur..???”

Ratih mengangguk pelan.

“kalo gitu bapak pijitin gimana..??

Ratih tak sempat menolak. Tangan pak Bambang telah meraih bahunya dan memijatnya.

“ehhmm…” rasanya enak sekali. Ia pun memutuskan untuk menikmatinya saja dan memejamkan mata. Ia tak menyadari jika buah dadanya yang naik turun seiiring tarikan nafas , kini menjadi tontonan menggairahkan bagi pak Bambang. Bibirnya yang mendesah sedikt terbuka , efektif menjentikkan birahi pria itu semakin menyala hebat.

Pijatan yang ritmis. Senyum pak Bambang kian melebar melihat Ratih yang semakin terbuai. Ia mendekatkan wajah. Sangat dekat malah , bibir mereka nyaris bersentuhan. Pak Bambang menghembuskan nafasnya disana dengan lembut dan penuh perhitungan. Bibir ratih bergetar menuntut perlakuan lebih. Gadis itu telah takluk pada gairah yang menderanya.

“ahhhsss…” ratih mendesah saat bibirnya bersentuhan walau hanya sedetik. Pak Bambang sengaja ingin memainkan gairah Ratih. Berkali kali ia melakukan sentuhan bibir sekejap diselingi dengan sesapan kecil ujung bawah bibir Ratih. Pijatan di bahu gadis itu perlahan melemah, terus melemah, dan melemah, dan melemah, dan berhenti. Satu dua detik tangan pak Bambang tak bergerak sebelum kemudian dengan perlahan merayap turun, inci demi inci menuju buah dada. Dan meremasnya.

“ooughh….” belaian dan remasan itu membuat Ratih merinding. Tubuhnya menggelinjang.

“j-jangan…pak….” tapi tak ada usaha penolakan yang signifikan.

Pak Bambang semakin berani, lagipula ia diburu waktu sebelum rombongan kembali dari Malioboro. Kaos dan BH Ratih ia singkap, ia pun menelan ludah melihat keindahan yang terpapar di depan matanya. Selama ini, saat di sekolah pemandangan terbaik yang bisa dilihatnya adalah pada saat pelajaran olahraga, itupun Masih harus terbatasi oleh kaos ketat dan celana pendek.

“aaahh…..uuhh….” Ratih mendesah , ekspresinya seperti menahan tangis saat lidah pak Bambang bermain nakal di seputaran putingnya.

Sesekali pria itu menyedotnya dan juga melakukan gigitan kecil yang semakin membuat Ratih belingsatan. Ia lalu kembali melakukan remasan, pijatan penuh perasaan yang dilakukan dengan kedua tangan, bibirnya menyusuri pinggiran buah dada Ratih. Puas dengan buah dada, pak Bambang melepas celana pendek Ratih. Gadis itu kini telanjang bulat. Pahanya yang mulus, kaki yang jenjang, vagina yang masih pure.

“akhirnya…..” gumam pak Bambang.

Tak membuang banyak waktu lagi, ia membenamkan kepalanya di antara kaki Ratih. Vaginanya harum, membuat pak Bambang bersemangat menjilatinya.

“oooohhh……!!!” Ratih tersentak saat benda basah itu menyapu permukaan vaginanya.

Hatinya terus melakukan penolakan, namun tubuhnya justru melakukan pnerimaan total. Ia mendesah dan mengerang, tubuhnya menggeliat, tangannya terkadang meremas seprai , kadang meremas bantal. Nafsu pak Bambang sudah di ubun ubun. Dengan kecepatan clark kent saat berubah menjadi Superman, ia melepas pakaian. Mata ratih terpejam, jadi ia tak melihat penis pak Bambang yang sudah berdenyut tak sabar, namun begitu ia bergidik saat benda tumpul itu menyentuh vaginanya. Setitik kesadaran sontak menyengatnya, ia akan segera kehilangan kesuciannya dan itu harus dicegah.

“pak…jangan pak….jangan…..” tapi ia tak punya cukup tenaga untuk melawan. Tubuhnya masih lemas karena pengaruh obat tadi. Lagi pula terlambat, dengan keras penis pak Bambang telah menghujam ke dalam vaginanya.

“aahhh……!!!!” air mata Ratih mengalir, tangannya semakin kuat mencengkram seprai. Dengan hati hati pak Bambang mendorong penisnya semakin dalam.

“aahhh..s-ss-sakiitt…….” rintih Ratih.

Kemaluan pak Bambang maju sedikit demi sedikit, Ratih terisak pelan, satu tangan menutup mulutnya.

“aaaaaaahhhh…..” tubuh Ratih mengejang saat akhirnya pak Bambang berhasil merenggut keperawannya.

Tangannya memukul mukul kasur dengan panik, lalu menutup wajahnya. Dan menangis. Pak Bambang tak peduli soal tangisan itu. Ia sedang menikmati keperawanan muridnya yang selama ini selalu menjadi impiannya. Penisnya terus menusuk tanpa ampun vagina Ratih.

“u-udahh pak…sakiit…aahhh….”

Rintihan Ratih tentu saja semakin membuat pak Bambang bersemangat. Ia malah ingin melihat ‘penderitaan’ Ratih lebih ekspresif lagi , maka sambil terus menggenjot tubuh gadis itu , ia meremas kuat buah dada sang dara jelita. Ratih mengerang dan merintih lemah, meski sebenarnya ia ingin bersuara lebih keras lagi berharap ada yang mendengarkan dan menolongnya. Tapi lagi lagi, ia tak punya tenaga untuk itu. Lama kelamaan terus menerus menerima genjotan , rasa sakit tadi perlahan berubah menjadi sensasi erotis. Nurani dan birahi kini bertarung hebat di dalam diri Ratih. Sodokan pak Bambang yang semakin kuat, mengguncang guncang tubuhnya sedemikian rupa. Ia pun pasrah saja saat tubuh pak Bambang menindihnya saat gurunya itu mencumbu mulutnya yang terus mendesah. Nafasnya naik turun dan wajahnya memerah. Dan saat itu pun tiba. Ratih merasakan denyutan penis pak Bambang di vaginanya , yang kemudian diikuti oleh semburan cairan hangat yang memenuhi kemaluannya. Lalu semuanya serasa gelap dan berputar putar. Ratih tak sadarkan diri. Pak Bambang dengan segera mencabut penisnya yang belepotan sperma dan darah perawan muridnya. Ia membersihkan penisnya dengan tisu , lalu membereskan sisa sisa pertarungannya dengan Ratih sambil melirik ke arah jam dinding. Rombongan bisa pulang sewaktu waktu, ia harus cepat.

END OF PART 1

***NAGA_LANGIT PRODUCTION***

Mencari konfirmasi berita ini adalah tidak mudah. Pak Bambang sudah meninggal dunia. tak ada indikasi ia pernah ditahan , jadi diasumsikan Ratih tak pernah melaporkan kejadian di losmen itu pada polisi. Jejak yang selanjutnya dikejar adalah kawan kawan Ratih. Dan semuanya kompak mengatakan jika berita itu hanyalah gosip murahan, walaupun –menurut Rudi- ada satu dua orang yang sepertinya menyembunyikan sesuatu. Satu satunya jejak yang bisa dikejar hanyalah si narasumber pertama, seorang mantan pegawai losmen ‘MP’ yang kini mempunyai rumah makan sendiri di daerah Ambarawa. Namanya Darmin. Ia adalah orang yang membuatkan teh saat Ratih sakit dulu.

Menurut pengakuannya , ia melihat pak Bambang mencampurkan semacam serbuk yang katanya adalah puyer penurun panas pada air teh Ratih. Ia pun percaya saja dan tak bertanya lebih lanjut. Masih menurut darmin ; ia juga melihat pak Bambang kembali ke losmen sendirian , tak lama setelah seluruh rombongan pergi. Tidak melalui pintu depan , tetapi mengendap endap lewat pintu belakang , melalui dapur lalu menyelinap masuk ke kamar Ratih. Darmin tidak menegur karena ia tak mau ikut campur urusan orang lain dan tak mau terbawa bawa seandainya terjadi sesuatu. Darmin memang tak tahu pasti apa yang terjadi di dalam kamar.

Tapi mari berpikir logis , katakanlah apa yang dicampurkan ke dalam air teh itu benar puyer penurun panas , lalu kenapa pak Bambang harus diam diam kembali lewat pintu belakang seandainya tidak punya niatan tertentu. Aku terdiam menatap layar komputer , memikirkan kembali apa yang baru saja kutulis. Tak ada bukti konkret yang memastikan jika Ratih benar benar mengalami pelecehan seksual. Keterangan Darmin , bagiku masih terasa kabur. Tak adanya laporan polisi mungkin karena peristiwa itu tak pernah terjadi. Tapi kata rudi yang menemui Darmin langsung , mendapatkan kesan jika orang ini adalah tipikal yang jujur , bukan tipe yang suka mengarang ngarang cerita atau mencari sensasi. Bahkan sebenarnya cerita pelecehan seksual itu tersebar karena ia tanpa sengaja keceplosan saat sedang berkumpul bersama kawan kawan lamanya. Dari sanalah cerita itu menyebar hingga akhirnya didengar oleh seorang wartawan koran kuning , yang kemudian memuatnya menjadi berita. Jadi apakah pelecehan seksual atas Ratih benar benar terjadi atau tidak , silahkan simpulkan sendiri.

***NAGA_LANGIT PRODUCTION***

Aku berdiri di depan jendela , menatap hujan yang belum juga mereda. Bagian pertama tulisanku ini memang tidak memberi gambaran tentang siapa orang yang sedang kubicarakan , bahkan mungkin ceritanya masih terlalu dangkal. Tapi aku memang menyiapkan energi untuk bagian kedua dan ketiga. Ini masih sekedar pemanasan. Sepertinya baru di bagian kedua dan ketiga nanti orang akan mulai bisa meraba , figurine siapa yang kumaksud. Si upin sudah tidur melingkar di bantal favoritnya. Acara Opera Van Java di televisi baru saja dimulai. Dan karena bintang tamunya malam ini adalah SHARA ARYO , maka aku wajib menontonnya. Setelah OVJ selesai , aku akan menulis bagian kedua , yang akan bercerita tentang Ratih dan rahasia ‘kecil’ di balik perhelatan kontes ratu kecantikan.

Selamat datang di opera van java…

Episode kali ini menampilkan……

TO BE CONTINUE

Sneak peak part 2 :

Hotel mewah tempat para finalis kontes ratu kecantikan dikarantina. Ratih mengenal dua orang yang duduk dihadapannya. Yang satu adalah mr.Kumar, orang berpengaruh di jagad dunia hiburan tanah air. Kibasan tongkat sihirnya mampu melejitkan pendatang baru sekalipun , menjadi berada di jajaran artis papan atas. Sebaliknya, ia pun mampu membuat artis papan atas terpuruk karirnya jika membuatnya kecewa. Di sebelahnya adalah pak Suryo, seorang politikus, pengusaha sukses, dan tokoh penting dari sebuah partai besar. Meski bukan termasuk orang yang memiliki absolute power namun kata kata dan tindak tanduknya dapat memicu gejolak di percaturan politik negeri ini. Persaingannya dengan Pak Oemar, tokoh politik dari parpol yang sama dan juga (bukan) kebetulan mempunyai bisnis yang sama, menjadi tontonan yang selalu menarik untuk disimak.

“mendapat gelar ratu kecantikan itu tidak mudah. Apalagi persaingan tahun ini sangat ketat sekali. Semua finalis mempunyai bakat dan potensi yang hampir sama.kalau kamu mau menjadi ratu tahun ini , kamu harus menunnjukan sesuatu yang finalis yang tak bisa , mempunyai sesuatu yang finalis lain tak punya, memberikan sesuatu yang LEBIH dibandingkan finalis lain.”

Ratih mengangguk paham.

“nah…Ratih…coba kamu…ehem….buka pakaian kamu…supaya kita bisa…ehem…nilai….”

Ratih melepas pakaiannya satu persatu. Rasa tak suka kepada mr.Kumar menyeruak di hatinya.

Coming soon part 3 :

Ratih tanpa sadar telah terjebak di tengah rivalitas antara pak Suryo dan pak Oemar. Ia menjadi rebutan mereka , baik sebagai asset politik maupun asset pribadi. Lucunya , Ratih malah menjalin hubungan gelap dengan Fadly , politikus muda dari partai ‘BIRU’. Dan itu fatal.